Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

TUJUAN PENDIDIKAN DALAM ISLAM



Banyak penulis dan peneliti membicarakan tentang tujuan pendidikan individu muslim.
Mereka berbicara panjang lebar dan terinci dalam bidang ini, hal yang tentu saja bermanfaat.
Apa yang mereka katakan kami ringkaskan sebagai berikut:
" Nyatalah bahwa pendidikan individu dalam islam mempunyai tujuan yang jelas dan tertentu,
yaitu: menyiapkan individu untuk dapat beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Dan
tak perlu dinyatakan lagi bahwa totalitas agama Islam tidak membatasi pengertian ibadah
pada shalat, shaum dan haji; tetapi setiap karya yang dilakukan seorang muslim dengan niat
untuk Allah semata merupakan ibadah." (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Mu'atstsirat as
Salbiyah fi Tarbiyati at Thiflil Muslim wa Thuruq 'Ilajiha, hal. 76.
MEMPERHATIKAN ANAK SEBELUM LAHIR
Perhatian kepada anak dimulai pada masa sebelum kelahirannya, dengan memilih isteri yang
shalelhah, Rasulullah SAW memberikan nasehat dan pelajaran kepada orang yang hendak
berkeluarga dengan bersabda :
" Dapatkan wanita yang beragama, (jika tidak) niscaya engkau merugi" (HR.Al-Bukhari dan
Muslim)
Begitu pula bagi wanita, hendaknya memilih suami yang sesuai dari orang-orang yang datang
melamarnya. Hendaknya mendahulukan laki-laki yang beragama dan berakhlak. Rasulullah
memberikan pengarahan kepada para wali dengan bersabda :

"Bila datang kepadamu orang yang kamu sukai agama dan akhlaknya, maka kawikanlah.
Jika tidak kamu lakukan, nisacayaterjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar"
Termasuk memperhatikan anak sebelum lahir, mengikuti tuntunan Rasulullah dalam
kehidupan rumah tangga kita. Rasulullah memerintahkan kepada kita:
"Jika seseorang diantara kamu hendak menggauli isterinya, membaca: "Dengan nama Allah.
Ya Allah, jauhkanlah kami dari syaitan dan jauhkanlah syaitan dari apa yang Engkau
karuniakan kepada kami". Maka andaikata ditakdirkan keduanya mempunyai anak, niscaya
tidak ada syaitan yang dapat mencelakakannya".
MEMPERHATIKAN ANAK KETIKA DALAM KANDUNGAN
Setiap muslim akan merasa kagum dengan kebesaran Islam. Islam adalah agama kasih
sayang dan kebajikan. Sebagaimana Islam memberikan perhatian kepada anak sebelum
kejadiannya, seperti dikemukakan tadi, Islam pun memberikan perhatian besar kepada anak
ketika masih menjadi janin dalam kandungan ibunya. Islam mensyariatkan kepada ibu hamil
agar tidak berpuasa pada bulan Ramadhan untuk kepentingan janin yang dikandungnya.
Sabda Rasulullah :
"Sesungguhn_ya Allah membebas~an sepan/h shalat bagi orang yang bepergian, dan
(membebaskan) puasa bagi orang yang bepergian, wanita menyusui dan wanita hamil" (
Hadits riwayat Abu Dawud, At Tirmidzi dan An Nasa'i. Kata Al Albani dalam Takhrij al
Misykat: "Isnad hadits inijayyid' )
Sang ibu hendaklah berdo'a untuk bayinya dan memohon kepada Allah agar dijadikan anak
yang shaleh dan baik, bermanfaat bagi kedua orangtua dan seluruh kaum muslimin. Karena
termasuk do'a yang dikabulkan adalah do'a orangtua untuk anaknya.
MEMPERHATIKAN ANAK SETELAH LAHIR
Setelah kelahiran anak, dianjurkan bagi orangtua atau wali dan orang di sekitamya
melakukan hal-hal berikut:
1. Menyampaikan kabar gembira dan ucapan selamat atas kelahiran.
Begitu melahirkan, sampaikanlah kabar gembira ini kepada keluarga dan sanak
famili, sehingga semua akan bersuka cita dengan berita gembira ini. Firman Allah
'Azza Wa Jalla tentang kisah Nabi Ibrahim 'Alaihissalam bersama malaikat:
"Dan isterinya berdiri (di balik tirai lalu dia tersenyum. Maka Kami sampaikan
kepadanya berita gembira tentang (kelahiran) Ishaq dan dari lshaq (akan lahir
puteranya) Ya 'qub. " (Surah Hud : 71).
Dan firman Allah tentang kisah Nabi Zakariya 'Alaihissalam:
"Kemudian malaikat Jibril memanggil Zakariya, sedang ia tengah berdiri melakukan
shalat di mihrab (katanya): "Sesungguhnya Allah mengembirakan kamu dengan
kelahiran (seorang puteramu ) Yahya " (Ali Imran: 39).
Adapun tahni'ah (ucapan selamat), tidak ada nash khusus dari Rasul dalam hal ini,
kecuali apa yang disampaikan Aisyah Radhiyallahu 'Anha:
"Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasalam apabila dihadapkan kepada beliau anak-anak
bayi, maka beliau mendo'akan keberkahan bagi mereka dan mengolesi langit-langit
mulutnya (dengan korma atau madu )" ( Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud).
Abu Bakar bin Al Mundzir menuturkan: Diriwayatkan kepada kami dari Hasan Basri,
bahwa seorang laki-laki datang kepadanya sedang ketika itu ada orang yang baru
saja mendapat kelahiran anaknya. Orang tadi berkata: Penunggang kuda
menyampaikan selamat kepadamu. Hasan pun berkata: Dari mana kau tahu apakah
dia penunggang kuda atau himar? Maka orang itu bertanya: Lain apa yang mesti kita
ucapkan. Katanya: Ucapkanlah:
"Semoga berkah bagimu dalam anak, yang diberikan kepadamu, Kamu pun
bersyukur kepada Sang Pemberi, dikaruniai kebaikannya, dan dia mencapai
kedewasaannya" ( Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Tuhfatul fi Ahkamil Maulud.)
2. Menyerukan adzan di telinga bayi.
Abu Rafi' Radhiyallahu 'Anhu menuturkan:
"Aku melihat Rasulullah memperdengarkan adzan pada telinga Hasan bin Ali ketika
dilahirkan Fatimah" ( Hadits riwayat Abu Dawud dan At Tirmidzi.
Hikmahnya, Wallahu A'lam, supaya adzan yang berisi pengagungan Allah dan dua
kalimat syahadat itu merupakan suara yang pertama kali masuk ke telinga bayi. Juga
sebagai perisai bagi anak, karena adzan berpengaruh untuk mengusir dan
menjauhkan syaitan dari bayi yang baru lahir, yang ia senantiasa berupaya untuk
mengganggu dan mencelakakannya. Ini sesuai dengan pemyataan hadits:
" Jika diserukan adzan untuk shalat, syaitan lari terbirit-birit dengan mengeluarkan
kentut sampai tidak mendengar seruan adzan" (Ibid)
3. Tahnik (Mengolesi langit-langit mulut).
Termasuk sunnah yang seyogianya dilakukan pada saat menerima kelahiran bayi
adalah tahnik, yaitu melembutkan sebutir korma dengan dikunyah atau
menghaluskannya dengan cara yang sesuai lalu dioleskan di langit-langit mulut bayi.
Caranya,dengan menaruh sebagian korma yang sudah lembut di ujung jari lain
dimasukkan ke dalam mulut bayi dan digerakkan dengan lembut ke kanan dan ke kiri
sampai merata. Jika tidak ada korma, maka diolesi dengan sesuatu yang manis
(seperti madu atau gula). Abu Musa menuturkan:
"Ketika aku dikaruniai seorang anak laki-laki, aku datang kepada Nabi, maka beliau
menamainya Ibrahim, mentahniknya dengan korma dan mendo'akan keberkahan
baginya, kemudian menyerahkan kepadaku".
Tahnik mempunyai pengaruh kesehatan sebagaimana dikatakan para dokter. Dr.
Faruq Masahil dalam tulisan beliau yang dimuat majalah Al Ummah, Qatar, edisi 50,
menyebutkan: "Tahnik dengan ukuran apapun merupakan mu'jizat Nabi dalam
bidang kedokteran selama empat belas abad, agar umat manusia mengenal tujuan
dan hikmah di baliknya. Para dokter telah membuktikan bahwa semua anak kecil
(terutama yang baru lahir dan menyusu) terancam kematian, kalau terjadi salah satu
dari dua hal:
a. Jika kekurangan jumlah gula dalam darah (karena kelaparan).
b. Jika suhu badannya menurun ketika kena udara dingin di sekelilingnya."'
4. Memberi nama.
Termasuk hak seorang anak terhadap orangtua adalah memberi nama yang baik.
Diriwayatkan dari Wahb Al Khats'ami bahwa Rasulullah bersabda:
" Pakailah nama nabi-nabi, dan nama yang amat disukai Allah Ta'ala yaitu Abdullah
dan Abdurrahman, sedang nama yang paling manis yaitu Harits dan Hammam, dan
nama yang sangat jelek yaitu Harb dan Murrah" ( HR.Abu Daud An Nasa'i)
Pemberian nama merupakan hak bapak.Tetapi boleh baginya menyerahkan hal itu
kepada ibu. Boleh juga diserahkan kepada kakek, nenek,atau selain mereka.
Rasulullah merasa optimis dengan nama-nama yang baik. Disebutkan Ibnul Qayim
dalam Tuhfaful Wadttd bi Ahkami Maulud, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wasalam tatkala melihat Suhail bin Amr datang pada hari Perjanjian Hudaibiyah
beliau bersabda: "Semoga mudah urusanmu"
Dalam suatu perjalanan beliau mendapatkan dua buah gunung, lain beliau bertanya
tentang namanya. Ketika diberitahu namanya Makhez dan Fadhih, beliaupun
berbelok arah dan tidak melaluinya.( Ibnu Qayim Al Jauziyah, Tuhfatul Wadud, hal.
41.)
Termasuk tuntunan Nabi mengganti nama yang jelek dengan nama yang baik. Beliau
pernah mengganti nama seseorang 'Ashiyah dengan Jamilah, Ashram dengan
Zur'ah. Disebutkan oleh Abu Dawud dalam kitab Sunan :"Nabi mengganti nama 'Ashi,
'Aziz, Ghaflah, Syaithan, Al Hakam dan Ghurab. Beliau mengganti nama Syihab
dengan Hisyam, Harb dengan Aslam, Al Mudhtaji' dengan Al Munba'its, Tanah
Qafrah (Tandus) dengan Khudrah (Hijau), Kampung Dhalalah (Kesesatan) dengan
Kampung Hidayah (Petunjuk), dan Banu Zanyah (Anak keturunan haram) dengan
Banu Rasydah (Anak keturunan balk)." (Ibid)
5. Aqiqah.
Yaitu kambing yang disembelih untuk bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya.
Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Salman bin Ammar Adh Dhabbi, katanya:
Rasulullah bersabda:
"Setiap anak membawa aqiqah, maka sembelihlah untuknya dan jauhkanlah
gangguan darinya" (HR. Al Bukhari.)
Dari Aisyah Radhiyallahu 'Anha,bahwaRasulullah bersabda:
"Untuk anak laki-laki dua ekor kambing yang sebanding, sedang untuk anak
perempuan seekor kambing" (HR. Ahmad dan Turmudzi).
Aqiqah merupakah sunnah yang dianjurkan. Demikian menurut pendapat yang kuat
dari para ulama. Adapun waktu penyembelihannya yaitu hari ketujuh dari kelahiran.
Namun, jika tidak bisa dilaksanakan pada hari ketujuh boleh dilaksanakan kapan
saja, Wallahu A'lam.
Ketentuan kambing yang bisa untuk aqiqah sama dengan yang ditentukan untuk
kurban. Dari jenis domba berumur tidak kurang dari 6 bulan, sedang dari jenis
kambing kacang berumur tidak kurang dari 1 tahun, dan harus bebas dari cacat.
6. Mencukur rambut bayi dan bersedekah perak seberat timbangannya.
Hal ini mempunyai banyak faedah, antara lain: mencukur rambut bayi dapat
memperkuat kepala, membuka pori-pori di samping memperkuat indera penglihatan,
pendengaran dan penciuman. (Abdullah Nasih Ulwan, Tarbiyatul Auladfil Islam, juz
1.)
Bersedekah perak seberat timbangan rambutnya pun mempunyai faedah yang jelas.
Diriwayatkan dari Ja'far bin Muhammad, dari bapaknya, katanya:
"Fatimah Radhiyalllahu 'anha menimbang rambut Hasan, Husein, Zainab dan Ummu
Kaltsum; lalu ia mengeluarkan sedekah berupa perak seberat timbangannya (HR.
Imam Malik dalam Al Muwaththa')
7. Khitan.
Yaitu memotong kulup atau bagian kulit sekitar kepala zakar pada anak laki-laki, atau
bagian kulit yang menonjol di atas pintu vagina pada anak perempuan. Diriwayatkan
dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu bahwa Rasulullah bersabda:
"Fitrah itu lima: khitan, mencukur rambut kemaluan, memendekkan kumis, memotong
kuku, mencabut bulu ketiak" (HR. Al-bukhari, Muslim)
Khitan wajib hukumnya bagi kaum pria, dan rnustahab (dianjurkar) bagi kaum
wanita.WallahuA'lam.
Inilah beberapa etika terpenting yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan oleh orangtua atau
pada saat-saat pertama dari kelahiran anak.
Namun, di sana ada beberapa kesalahan yang terjadi pada saat menunggu kedatangannya
Secara singkat, antara lain:
A. Membacakan ayat tertentu dari Al Qur'an untuk wanita yang akan melahirkan; atau
menulisnya lalu dikalungkan pada wanita, atau menulisnya lalu dihapus dengan air
dan diminumkan kepada wanita itu atau dibasuhkan pada perut danfarji
(kemaluan)nya agar dimudahkan dalam melahirkan. ltu semua adalah batil, tidak ada
dasamya yang shahih dari Rasulullah, Akan tetapi bagi wanita yang sedang
menahan rasa sakit karena melahirkan wajib berserah diri kepada Allah agar
diringankan dari rasa sakit dan dibebaskan dari kesulitannya Dan ini tidak
bertentangan dengan ruqyah yang disyariatkan.
B. Menyambut gembira dan merasa senang dengan kelahiran anak laki-laki, bukan
anak perempuan.
Hal ini termasuk adat Jahiliyah yang dimusuhi Islam. Firman Allah yang berkenaan
dengan mereka:
"Apabila seseorang dari merea diberi kabar dengan (kelahiran) anak, perempuan,
hitamlah (merah padamlah) matanya, dan dia sangat marah; ia menyembunyikan
dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan padanya.
Apakah dia akan memeliharannya dengan menanggumg kehinaan ataukah akan
menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya
apa yang telah mereka lakukan itu"(Surah An Nahl : 58-59).
Mungkin ada sebagian orang bodoh yang bersikap berlebihan dalam hal ini dan
memarahi isterinya karena tidak melahirkan kecuali anak perempuan. Mungkin pula
menceraikan isterinya karena hal itu, padahal kalau dia menggunakan akalnya,
semuanya berada di tangan Allah 'Azza wa lalla. Dialah yang memberi dan menolak.
Firman-Nya:
Dia menciptakan apa yang Dia kehendaki, Dia memberikan anak-anak perempuan
kepada siapa yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada siapa
yang Dia kehendaki atau Dia menganugerahkan kepada siapa yang dia kehendaki-
Nya, dan dia menjadikan Mandul siapa yang Dia kehendaki…" (Surah Asy Syura
:49-50).
Semoga Allah memberikan petunjukkepada seluruh kaum Muslimin.
C. Menamai anak dengan nama yang tidak pantas.Misalnya, nama yang bermakna
jelek, atau nama orang-orang yang menyimpang seperti penyanyi atau tokoh kafir.
Padahal menamai anak dengan nama yang baik merupakan hak anak yang wajib
atas walinya.
Termasuk kesalahan yang berkaitan dengan pemberian nama, yaitu ditangguhkan
sampai setelah seminggu.
D. Tidak menyembelih aqiqah untuk anak padahal mampu melakukannya. Aqiqah
merupakan tuntunan Nabi Shallallahu 'alaihi wasalam, dan mengikuti tuntunan beliau
adalah sumber segala kebaikan.
E. Tidak menetapi jumlah bilangan yang ditentukan untuk aqiqah. Ada yang
mengundang untuk acara aqiqah semua kenalannya dengan menyembelih 20 ekor
kambing, ini merupakan tindakan berlebihan yang tidak disyariatkan. Ada pula yang
kurang dari jumlah bilangan yang ditentukan, dengan menyembelih hanya seekor
kambing untuk anak iaki-laki, inipun menyalahi yang disyariatkan. Maka hendaklah
kita menetapi sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wasalam tanpa menambah ataupun
mengurangi.
F. Menunda khitan setelah akil baligh.Tradisi ini dulu terjadi pada beberapa suku,
seorang anak dikhitan sebelum kawin dengan cara yang biadab di hadapan orang
banyak.
Itulah sebagian kesalahan, dan masih banyak lainnya. Semoga cukup bagi kita dengan
menyebutkan etika dan tata cara yang dituntunkan ketika menerima kelahiran anak. Karena
apapun yang bertentangan dengan hal-hal tersebut, termasuk kesalahan yang tidak
disyariatkan. (Disarikan dari kitab Adab Istiqbal al Maulud fil Islam, oleh ustadz Yusuf
Abdullah al Arifi)
MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA ENAM TAHUN PERTAMA
Periode pertama dalam kehidupan anak (usia enam tahun pertama) merupakan periode yang
amat kritis dan paling penting. Periode ini mempunyai pengaruh yang sangat mendalam
dalam pembentukan pribadinya. Apapun yang terekam dalam benak anak pada periede ini,
nanti akan tampak pengaruh-pengaruhnya dengannyata pada kepribadiannya ketika menjadi
dewasa. (Aisyah Abdurrahman Al Jalal, Al Muatstsirat as Salbiyah.)
Karena itu, para pendidik perlu memberikan banyak perhatian pada pendidikan anak dalam
periode ini.
Aspek-aspek yang wajib diperhatikan oleh kedua orangtua dapat kami ringkaskan sebagai
berikut:
1. Memberikan kasih sayang yang diperlukan anak dari pihak kedua orangtua, terutama ibu.
Ini perlu sekali, agar anak belajar mencintai orang lain. Jika anak tidak merasakan cintakasih
ini,maka akan tumbuh mencintai dirinya sendiri saja dan membenci orang disekitamya.
"Seorang ibu yang muslimah harus menyadari bahwa tidak ada suatu apapun yang mesti
menghalanginya untuk memberikan kepada anak kebutuhan alaminya berupa kasih sayang
dan perlindungan. Dia akan merusak seluruh eksistensi anak, jika tidak memberikan haknya
dalam perasaan-perasaan ini, yang dikaruniakan Allah dengan rahmat dan hikmah-Nya
dalam diri ibu, yang memancar dengan sendirinya untuk memenuhi kebutuhan anak."
(Muhammad Quthub,Manhaiut Tarbiyah Al Islamiyah, juz 2.)
Maka sang ibu hendaklah senantiasa memperhatikan hal ini dan tidak sibuk dengan kegiatan
karir di luar rumah, perselisihan dengan suami atau kesibukan lainnya.
2. Membiasakan anak berdisiplin mulai dari bulan-bulan pertama dari awal kehidupannya.
Kami kira, ini bukan sesuatu yang tidak mungkin. Telah terbukti bahwa membiasakan anak
untuk menyusu dan buang hajat pada waktu-waktu tertentu dan tetap, sesuatu yang mungkin
meskipun melalui usaha yang berulang kali sehingga motorik tubuh akan terbiasa dan terlatih
dengan hal ini.
Kedisiplinan akan tumbuh dan bertambah sesuai dengan pertumbuhan anak, sehingga
mampu untuk mengontrol tuntutan dan kebutuhannya pada masa mendatang.
3. Hendaklah kedua orangtua menjadi teladan yang baik bagi anak dari permulaan
kehidupannya.
Yaitu dengan menetapi manhaj Islam dalam perilaku mereka secara umum dan dalam
pergaulannya dengan anak secara khusus. Jangan mengira karena anak masih kecil dan
tidak mengerti apa yang tejadi di sekitarnya, sehingga kedua orangtua melakukan tindakantindakan
yang salah di hadapannya. Ini mempunyai pengaruh yang besar sekali pada pribadi
anak. "Karena kemampuan anak untuk menangkap, dengan sadar atau tidak, adalah besar
sekali. Terkadang melebihi apa yang kita duga. Sementara kita melihatnya sebagai makhluk
kecil yang tidak tahu dan tidak mengerti. Memang, sekalipun ia tidak mengetahui apa yang
dilihatnya, itu semua berpengaruh baginya. Sebab, di sana ada dua alat yang sangat peka
sekali dalam diri anak yaitu alat penangkap dan alat peniru, meski kesadarannya mungkin
terlambat sedikit atau banyak.
Akan tetapi hal ini tidak dapat merubah sesuatu sedikitpun. Anak akan menangkap secara
tidak sadar, atau tanpa kesadaran puma, dan akan meniru secara tidak sadar, atau tanpa
kesadaran purna, segala yang dilihat atau didengar di sekitamya." (Ibid.)
4. Anak dibiasakan dengan etiket umum yang mesti dilakukan dalam pergaulannya.
Antara lain: (Silahkan lihat Ahmad Iuuddin Al Bayanuni,MinhajAt TarbiyahAsh Shalihah.)
· Dibiasakan mengambil, memberi, makan dan minum dengan tangan kanan. Jika
makan dengan tangan kiri, diperingatkan dan dipindahkan makanannya ke tangan
kanannya secara halus.
· Dibiasakan mendahulukan bagian kanan dalam berpakaian. Ketika mengenakan
kain, baju, atau lainnya memulai dari kanan; dan ketika melepas pakaiannya memulai
dari kiri.
· Dilarang tidur tertelungkup dandibiasakan ·tidur dengan miring ke kanan.
· Dihindarkan tidak memakai pakaian atau celana yang pendek, agar anak tumbuh
dengan kesadaran menutup aurat dan malu membukanya.
· Dicegah menghisap jari dan menggigit kukunya.
· Dibiasakan sederhana dalam makan dan minum, dan dijauhkan dari sikap rakus.
· Dilarang bermain dengan hidungnya.
· Dibiasakan membaca Bismillah ketika hendak makan.
· Dibiasakan untuk mengambil makanan yang terdekat dan tidak memulai makan
sebelum orang lain.
· Tidak memandang dengan tajam kepada makanan maupun kepada orang yang
makan.
· Dibiasakan tidak makan dengan tergesa-gesa dan supaya mengunyah makanan
dengan baik.
· Dibiasakan memakan makanan yang ada dan tidak mengingini yang tidak ada.
· Dibiasakan kebersihan mulut denganmenggunakan siwak atau sikat gigi setelah
makan, sebelum tidur, dan sehabis bangun tidur.
· Dididik untuk mendahulukan orang lain dalam makanan atau permainan yang
disenangi, dengan dibiasakan agar menghormati saudara-saudaranya, sanak
familinya yang masih kecil, dan anak-anak tetangga jika mereka melihatnya sedang
menikmati sesuatu makanan atau permainan.
· Dibiasakan mengucapkan dua kalimat syahadat dan mengulanginya berkali-kali
setiap hari.
· Dibiasakan membaca "AZhamdulillah" jika bersin, dan mengatakan "Yarhamukallah"
kepada orang yang bersin jika membaca "Alhamdulillah".
· Supaya menahan mulut dan menutupnya jika menguap, dan jangan sampai
bersuara.
· Dibiasakan berterima kasih jika mendapat suatu kebaikan, sekalipun hanya sedikit.
· Tidak memanggil ibu dan bapak dengan namanya, tetapi dibiasakan memanggil
dengan kata-kata: Ummi (Ibu), dan Abi (Bapak).
· Ketika berjalan jangan mendahului kedua orangtua atau siapa yang lebih tua
darinya, dan tidak memasuki tempat lebih dahulu dari keduanya untuk menghormati
mereka.
· Dibiasakan bejalan kaki pada trotoar, bukan di tengah jalan.
· Tidak membuang sampah dijalanan, bahkan menjauhkan kotoran darinya.
· Mengucapkan salam dengan sopan kepada orang yang dijumpainya dengan
mengatakan "Assalamu 'Alaikum" serta membalas salam orang yang
mengucapkannya.
· Diajari kata-kata yang benar dan dibiasakan dengan bahasa yang baik.
· Dibiasakan menuruti perintah orangtua atau siapa saja yang lebih besar darinya, jika
disuruh sesuatu yang diperbolehkan.
· Bila membantah diperingatkan supaya kembali kepada kebenaran dengan suka rela,
jika memungkinkan. Tapi kalau tidak, dipaksa untuk menerima kebenaran, karena hal
ini lebih baik daripada tetap membantah dan membandel.
· Hendaknya kedua orangtua mengucapkan terima kasih kepada anak jika menuruti
perintah dan menjauhi larangan. Bisa juga sekali-kali memberikan hadiah yang
disenangi berupa makanan, mainan atau diajak jalan-jalan.
· Tidak dilarang bermain selama masih aman, seperti bermain dengan pasir dan
permainan yang diperbolehkan, sekalipun menyebabkan bajunya kotor. Karena
permainan pada periode ini penting sekali untuk pembentukan jasmani dan akal
anak.
· Ditanamkan kepada anak agar senang pada alat permainan yang dibolehkan seperti
bola, mobil-mobilan, miniatur pesawat terbang, dan lain-lainnya. Dan ditanamkan
kepadanya agar membenci alat permainan yang mempunyai bentuk terlarang seperti
manusia dan hewan.
· Dibiasakan menghormati milik orang lain, dengan tidak mengambil permainan
ataupun makanan orang lain, sekalipun permainan atau makanan saudaranya
sendiri.
MEMPERHATIKAN ANAK PADA USIA SETELAH ENAM TAHUN PERTAMA
Pada periode ini anak menjadi lebih siap untuk belajar secara teratur. Ia mau menerima
pengarahan lebih banyak, dan lebih bisa menyesuaikan diri dengan teman-teman
sepermainannya. Dapat kita katakan, pada periode ini anak lebih mengerti dan lebih
semangat untuk belajar dan memperoleh ketrampilan-ketrampilan, karenanya ia bisa
diarahkan secara langsung. Oleh sebab itu, masa ini termasuk masa yang paling penting
dalam pendidikan dan pengarahan anak.
Kita, Insya Allah, akan membicarakan tentang aspek-aspek terpenting yang perlu
diperhatikan oleh para pendidik pada periode ini. Yaitu:
1. Pengenalan Allah dengan cara yang sederhana.
Pada periode ini dikenalkan kepada anak tentang Allah 'Azza Wajalla dengan cara yang
sesuai dengan pengertian dan tingkat pemikirannya.
Diajarkan kepadanya:
· Bahwa Allah Esa, tiada sekutu bagi-Nya.
· Bahwa Dialah Pencipta segala sesuatu. Pencipta langit, bumi, manusia, hewan,
pohon-pohonan, sungai dan lain-lainnya. Pendidik dapat memanfaatkan situasi
tertentu untuk bertanya kepada anak, misalnya ketika bejalan-jalan di taman atau
padang, tentang siapakah Pencipta air, sungai,bumi,pepohonan dan lain-lainnya,
untuk menggugah perhatiannya kepada keagungan Allah.
· Cinta kepada Allah, dengan ditunjukkan kepadanya nikmat-nikmat yang dikaruniakan
Allah untuknya dan untuk keluarganya. Misalnya, anak ditanya: Siapakah yang
memberimu pendengaran, penglihatan dan akal? Siapakah yang memberimu
kekuatan dan kemampuan untuk bergerak? Siapakah yang memberi rizki dan
makanan untukmu dan keluargamu? Demikianlah, ditunjukkan kepadanya nikmatnikmat
yang nyata dan dianjurkan agar cinta dan syukur kepada Allah atas nikmat
yang banyak ini. Metode ini disebutkan dalam Al Qur'an, dalam banyak ayat Allah
menggugah minat para hamba-Nya agar memperhatikan segala nikmat yang
dikaruniakan-Nya, seperti firman-Nya:
"Tidakkah kamu perhatian sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk
kepentinganmu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempumakan
untukmu nikmatnya lahir dan batin..."(Surah Luqman : 20).
"Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu Adakah pencipta selain Allah
yang dapat memberikan rizki kepadamu dari langit dan bumi...."(Surah Fathir :3).
Dan dengan rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu
beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebahagian dai karunia-Nya
(pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepadan-Nya." (Surah Al Qashash : 73).
2. Pengajaran sebagian hukum yang jelas dan tentang halal-haram.
Diajarkan kepada anak menutup aurat, berwudhu, hukum-hukum thaharah (bersuci) dan
pelaksanaan shalat. Juga dilarang dari hal-hal yang haram, dusta, adu domba, mencuri dan
melihat kepada yang diharamkan Allah. Pokoknya, disuruh menetapi syariat Allah
sebagaimana orang dewasa dan dicegah dari apa yang dilarang sebagaimana orang
dewasa, sehingga anak akan tumbuh demikian dan menjadi terbiasa. Karena bila semenjak
kecil anak dibiasakan dengan sesuatu, maka kalau sudah dewasa akan menjadi
kebiasaannya.
Agar diupayakan pula pengajaran ilmu pengetahuan kepada anak, sebagaimana kata Sufyan
Al Tsauri: "Seorang bapak barns menanamkan ilmu pada anaknya, karena dia pmanggung
jawabnya." (Muhammad Hasan Musa, Nuzharul Fudhala' Tahdzib Siar A'lamin Nubala :Juz
1.)
3. Pengajaran baca Al Qur'an.
Al Qur'an adalah jalan lurus yang tak mengandung suatu kebatilan apapun. Maka amat baik
jika anak dibiasakan membaca Al Qu~an dengan benar, dan diupayakan semaksimalnya
agar mengbafal Al Qur'an atau sebagian besar darinya dengan diberi dorongan melalui
berbagaicara. Karena itu, kedua orangtua bendaklah berusaha agar putera puterinya masuk
pada salah satu sekoiah tahfizh Al Qur'an; kalau tidak bisa, diusahakan masuk pada salah
satu halaqah tahfizh. Diriwayatkan Abu Dawud dari Mu'adz bin Anas bahwa Nabi shallallahu
alaihi wasalam bersabda:
"Barang siapa membaca Al-quran dan mengamalkan kandungan isinya, niscaya Allah pada
hari kiamat mengenakan kepada keda orang tuanya sebuah mahkota yang cahayanya lebih
indah daripada cahaya matahari di rumah-rumah dunia. Maka apa pendapatmu tentang
orang yang mengamalkan hal ini".
Para salaf dahulu pun sangat memperhatikan pendidikan tahfizh Al Qur'an bagi anak-anak
mereka. Syaikh Yasin bin Yusuf Al Marakisyi menceritakan kepada kita tentang imam
AnNawawi, Rahimahullah, katanya: "Aku melihat beliau ketika masih berumur 10 tahun di
Nawa. Para anak kecil tidak mau bermain dengannya dan iapun berlari dari mereka seraya
menangis, kemudian ia membaca Al Qur'an. Maka tertanamlah dalam hatiku rasa cinta
kepadanya. Ketika itu bapaknya menugasinya menjaga toko, tetapi ia tidak mau bejualan dan
menyibukkan diri dengan Al Qur'an. Maka aku datangi gurunya dan berpesan kepadanya
bahwa anak ini diharapkan akan menjadi orang yang paling alim dan zuhud pada zamannya
serta bermanfaat bagi umat manusia. Ia pun berkata kepadaku:
Tukang ramalkah Anda? Jawabku: Tidak, tetapi Allah-lah yang membuatku berbicara tentang
hal ini. Bapak guru itu kemudian menceritakan kepada orangtuanya, sehingga
memperhatikan beliau dengan sungguh-sungguh sampai dapat khatam Al Qur'an ketika
menginjak dewasa."
4, Pengajaran hak-hak kedua orangtua,
Diajarkan kepada anak untuk bersikap hormat, taat dan berbuat baik kepada kedua
orangtua, sehingga terdidik dan terbiasa demikian. Anak sering bersikap durhaka dan
melanggar hak-hak orangtua disebabkan karena kurangnya perhatian orangtua dalam
mendidik anak dan tidak membiasakannya berbuat kebaikan sejak usia dini.
Firman Allah Ta'ala :
'Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kepada selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang
diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah
kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesanyangan dan ucapkanlah:
"Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik
aku waktu kecil." (Surah Al-Isra': 23-24).
Diriwayatkan dari Abu HurairahRadhiyallahu 'Anhu bahwa Nabi bersabda:
"Terhinalah, terhinalah, dan terhinalah seseorang yang mendapatkan salah seorang dari
kedua orang tuanya atau kedua-duanya berusia lanjut, tetapi tidak dapat masuk surga"
Berikut ini kisah seorang anak muda yang berbuat baik kepada bapaknya, disebutkan dalam
kitab 'Uyunul Akhbar : "Al Ma'mun rahimahullah berkata: Belum pernah saya melihat
seseorang yang amat berbuat baik kepada bapaknya daripada Al Fadhl bin Yahya. Karena
kebaikannya, sampai bapaknya (Yahya) tidak berwudhu kecuali dengan air hangat. Ketika
keduanya berada dalam penjara, para sipir melarang memasukkan kayu bakar di malam
yang ding-in. Maka Al Fadhl, ketika bapaknya tidur, bangun mengambil teko yang biasa dia
pergunakan untuk memanaskan air, lalu ia isi air dan ia dekatkan pada api lampu. Ia pun
tetap berdiri memegangi teko sampai pagi. Ia lakukan hal ini untuk berbuat baik kepada
bapaknya agar dapat berwudhu dengan air hangat."
5. Pengenalan tokoh-tokoh teladan yang agung dalam Islam.
Tokoh teladan kita yang utama yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wasalam, kemudian para
sahabat yang mulia Radhiallahu 'Anhum dan pengikut mereka dengan baik yang menjadi
contoh terindah dalam segala aspek kehidupan. Maka dikenalkan kepada anak tentang
mereka, diajarkan sejarah dan kisah mereka supaya meneladani perbuatan agung mereka
dan mencontoh sifat baik mereka seperti keberanian, keprajuritan, kejujuran, kesabaran,
kemuliaan, keteguhan pada kebenaran dan sifat-sifat lainnya.
Kisah atau kejadian yang diceritakan kepada anak hendaklah sesuai dengan tingkat
pengertiannya, tidak membosankan, dan difokuskan pada penampilan serta penjelasan
aspek-aspek yang baik saja sehingga mudah diterima oleh anak.
Misalnya, diceritakan kepada anak kisah Rasulullah bersama orang Yahudi yang menuntut
kepada beliau agar membayar uang pinjamannya, sebagai contoh akhlak baik beliau:
Diriwayatkan bahwa ada seorang Yahudi yang meminjamkan uang kepada Rasulullah lalu
hendak menagih hutangnya sebelum habis masanya. Maka dicegatnya Rasulullah di tengah
jalan kota Madinah seraya berkata: "Sungguh, kalian anak keturunan Abdul Muthalib adalah
orang-orang yang suka menangguhkan /bayarhutang)"
Umar pun melihat kejadian itu dan amat marah, lalu berkata: "Izinkanlah aku wahai
Rasulullah, biar kupenggal lehernya!" Tapi Nabi bersabda: "Aku dan kawanku sangat tidak
menginginkan hal itu, wahai Umar. Suruhlah ia berperkara dengan baik dan suruhlah aku
menyelesaikan dengan baik."
Kemudian beliau berpaling kepada orangYahudi dan bersabda: "Hai Yahudi, piutangmu akan
dibayarkan besok.""
Contoh kisah tentang keberanian dan ketabahan, diriwayatkan oleh Mu'adz bin Amr katanya:
Pada waktu Perang Badar kujadikan Abu Jahal sebagai sasaranku. Begitu ada kesempatan,
aku serang dia dan kupukul sehingga terpotong separuh betis kakinya. Sementara, anaknya
Ikrimah bin Abu Jahal memukulku pada lengan hingga terputus tanganku tetapi masih
menempel dengan kulit pada sisiku. Namun peperangan membuatku tak perduli dengannya,
karena aku ketika ifu berperang sepanjang hari sambil menyeret tanganku dibelakang.
Setelah terasa sakit karenanya, kuletakkan kakiku di.atasnya ialu kutarik hingga terputus."
Sejarah umat Islam penuh dengan tokoh-tokoh agung dan kisah-kisah menarik yang
menunjukkan keutamaan dan makna yang indah.
6. Pengajaran etiket umum.
Seperti etiket mengucapkan salam dan meminta izin, etiket berpakaian, makan dan
nninum,etiket berbicara dan bergaul dengan orang lain. Juga diajarkan bagaimana bergaul
dengan kedua orangtua, sanak famili yang tua, kolega orangtua, guru-gurunya, kawankawannya
dan teman sepermainannya.
Diajarkan pula mengatur kamamya sendiri, menjaga kebersihan rumah, menyusun alat
bermain, bagaimana bermain tanpa mengganggu orang lain dan bagaimana bertingkah laku
di masjid dan disekolahan.
Pegajaran berbagai hal di atas dan juga lainnya pertama-tama harus bersumber kepada
Sunnah Rasulullah , lalu peri kehidupan para salaf yang shaleh, kemudian karya tulis para
pakar dalam bidang pendidikan dan tata pergaulan.
7. Pengembangan rasa percaya diri dan tanggung jawab dalam diri anak.
Anak-anak sekarang ini adalah pemimpin hari esok. Karena itu, harus dipersiapkan dan
dilatih mengemban tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang nantinya akan mereka
lakukan.
Hal itu bisa direalisasikan dalam diri anak melalui pembinaan rasa percaya diri, penghargaan
jati dirinya, dan diberikan kepada anak kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya dan
apa yang terbetik dalam pikirannya, serta diberikan kepadanya dorongan agar mengerjakan
urusannya sendiri, bahkan ditugasi dengan pekejaan rumah tangga yang sesuai untuknya.
Misalnya, disuruh untuk membeli beberapa keperluan rumah dari warung terdekat; anak
perempuan diberi tugas mencuci piring dan gelas atau mengasuh adik. Pemberian tugas
kepada anak ini bertahap sedikit demi sedikit sehingga mereka terbiasa mengemban
tanggung jawab dan melaksanakan tugas yang sesuai bagi mereka.
Termasuk pemberian tanggung jawab kepada anak, ia harus menanggung resiko perbuatan
yang dilakukannya. Maka diajarkan kepada anak bahwa ia bertanggung jawab atas
kesalahan yang dilakukannya serta dituntut untuk memperbaiki apa yang telah dirusaknya
dan meminta maaf atas kesalahannya.
Perhatikan kisah berikut yang menunjukkan rasa percaya diri: Diriwayatkan oleh Al Hafizh
Ibnu Asakir, ketika Abdullah bin Az Zubair sedang bernain-main dengan anak-anak
sebayanya, lewatlah khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu 'Anhtr.
Maka larilah semua anak karena takut kepada beliau, kecuali Abdullah bin Az Zubair yang
masih tinggal di tempat. Lalu Umar menghampirinya dan bertanya kepadanya: "Kenapa kamu
tidak lari bersama teman-temanmu,nak?" Dengan berani dan tenang Abdullah menjawab: "Ya
Amirul Mu'minin!
Aku bukan seorang yang bersalah sehingga harus takut, dan jalan pun tidak sempit sehingga
aku harus minggir.
Seorang anak jika terdidik untuk percaya diri akan mampu mengemban tanggung jawab yang
besar. Sebagaimana putera-putera para sahabat, mereka berusaha sungguh-sungguh agar
dapat ikut bersama para mujahidin Fisabilillah; sampai salah seorang di antara mereka ada
yang menangis karena Rasulullah belum mengizinkannya ikut berperang bersama pasukan,
tetapi karena simpati terhadapnya beliau pun mengizinkannya; dan akhimya ia termasuk
salah satu syuhada dalam peperangan itu.
Rasulullah juga pernah mengangkat Usamah bin Zaid sebagai komandan pasukan yang di
antara anggotanya terdapat Abu Bakar dan Umar, sekalipun masih muda belia tetapi ia orang
yang tepat untuk jabatan itu. Lalu, di manakah anak-anak kita sekarang ini yang mampu
menduduki puncak yang tinggi?
MEMPERHATIKAN. ANAK PADA MASA REMAJA
Pada masa ini pertumbuhan jasmani anak menjadi cepat, wawasan akalnya bertambah luas,
emosinya menjadi kuat dan semakin keras, serta naluri seksualnya pun mulaibangkit.
Masa ini merupakan pendahuluan masa baligh.Karena itu, para pendidik perlu memberikan
perhatian terhadap masalah-masalah berikut dalam menghadapi remaja:
1. Hendaknya anak, putera maupun puteri, merasa bahwa dirinya sudah dewasa
karena ia sendiri menuntut supaya diperlakukan sebagai orang dewasa, bukan
sebagai anak kecil lagi.
2. Diajarkan kepada anak hukum-hukum akilbaligh dan diceritakan kepadanya kisahkisah
yang dapat mengembangkan dalam dirinya sikap takwa dan menjauhkan diri
dari hal yang haram.
3. Diberikan dorongan untuk ikut serta melaksanakan tugas-tugas rumah tangga,
seperti melakukan pekerjaan yang membuatnya merasa bahwa dia sudah besar.
4. Berupaya mengawasi anak dan menyibukkan waktunya dengan kegiatan yang
bermanfaat serta mancarikan teman yang baik.
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar