Categories

Lesson 6

Blog Archive

Follower

Statistik

Get Gifs at CodemySpace.com

PELOPOR-PELOPOR ISLAM DI TANAH JAWA



1. Syekh Ahmad Soorkati.
Sekarang saya berpindah membicarakan pengaruh fikiran beliau di Tanah
Jawa. Adalah tiga orang `Ulama yang menerima ajaran itu dan menyiarkan
serta memperjuangkannya, masing-masing di dalam daerah lapangannya.
Yang pertama ialah Syekh Ahmad Soorkati As-Sudani, asal usul
keturunannya dari Sudan dan lama berdiam di Madinah Munawwarah. Ada
orang mengatakan bahwa beliau meninggalkan Sudan setelah
pemberontakan Mahdi. Beliau berangkat .ke Indonesia atas undangan
masyarakat Arab Hadramaut yang telah berboyong ke Indonesia sejak
pangkal abad kesembilan belas, atau lama sebelum itu. Jasa mereka besar
juga didalam penyiaran dan pengokohan Islam di Indonesia dan didalam
penyiaran bahasa Arab, sebab bahasa Arab itu bahasa mereka sendiri.
Tetapi tidaklah dapat mereka melepaskan diri sama sekali daripada kebekuan
berpikir dan khurafat yang telah mereka bawa dari negeri asal mereka.

Kadang-kadang terbawa-bawa juga perselisihan golongan yang amat
mendalam di negeri mereka sendiri, diantara Sadaat-'Alawiyin dan kaum
Kabili pemanggul senjata dan golongan yang disebut dalam tradisi mereka
yang telah lapuk, yaitu “Dhu`afaa’".
Tetapi ada juga beberapa orang yang telah terbuka matanya dan dapat
melepaskan dirinya daripada silang sengketa itu, yang tidak sesuai lagi
dengan suasana baru, lalu mereka berlangganan dengan majalah “Al-
`Urwatul Wustqa", sehingga adalah pada mereka kemajuan berfikir dan
majalah itupun dilarang masuk ke Batavia, pusat kekuasaan Belanda
(sekarang Jakarta!) menuruti jejak Inggeris, sebab isinya mengandung bibitbibit
yang berbahaya bagi kedudukan penjajah. Tetapi mereka dapat
menerima majalah itu dengan diselundupkan dari Tuban, sebuah pelabuhan
- 16 -
kecil di Jawa Timur. Setelah itu merekapun berlangganan dengan majalah
“Al-Manar" dari Sayid Rasyid Ridha. Keduanya inilah yang membuka jalan
bagi kedatangan Syekh Ahmad Soorkati.
Maka mulailah tersebar faham Sayid Jamaluddin Al-Afghany, Syekh
Muhammad 'Abduh dan Sayid Rasjid Ridha dikalangan masyarakat Arab
Indonesia itu. Niscaya lebih lekaslah tersiarnya dikalangan mereka, sebab
bahasa Arab bahasa mereka sendiri. Maka beliau anjurkanlah mendirikan
perkumpulan “Al-Irsyad" atas sendi ajaran 'Abduh. Perkumpulan itu masih
tetap berdiri dan teguh memegang pendiriannya sampai sekarang.
Maka tidaklah saya bermaksud hendak menceritakan pertentanganpertentangan
diantara kaum Irsyad, pembawa faham baru itu, dengan kaum
Arab pembela pendirian yang lama. Tentu saja pertentangan itu kadang
dengan tenang dan berirama baik, dan kadang-kadang dengan keras. Saya
tidak hendak menceritakan itu lagi, karena tuan-tuan pun sudah tahu bahwa
itu adalah sunnatullah diantara yang baru dengan yang lama.
Syekh Ahmad Soorkatipun meninggalkan murid-murid orang Arab, baik yang
datang baru itu dari Hadramaut, atau keturunan Arab yang telah berdarah
Indonesia. Karena orang Hadramaut pada umumnya datang ke Indonesia
tidak membawa isteri, tetapi kawin dengan perempuan Indonesia. Diantara
murid beliau itu ialah Sayid Omar Hobais, Pemimpin Besar Al-Irsyad dan
sekarang anggota Majlis Konstituante Republik Indonesia dari partai
Masyumi.
Seorang bekas muridnya lagi ialah Sayid 'Abdur Rahman Baswedan.
Beliaulah yang mula-mula menyatakan dengan tegas, anak-anak Arab dari
Ibu Indonesia tidaklah “orang-asing" dinegeri ini dan tidak pula “golongan
kecil". Sebab itu dianjurkannya kaumnya supaya meleburkan diri ke dalam
masyarakat Indonesia, karena mereka tidaklah akan pulang ke Hadramaut.
Tidaklah saya akan ceritakan pula kepada tuan-tuan malam ini, bagaimana
pula tantangan yang diterima oleh Baswedan dari bapa-bapa mereka orang
Hadramaut asli di Indonesia, karena masa itu ada perasaan sedikit-sedikit
bahwa orang Arab lebih tinggi kedudukannya dari pada orang Islam
Indonesia, masakan mau turun kepada kedudukan mereka.
- 17 -
Maka seketika Pemerintah Republik Indonesia bermaksud mengadakan kursi
di dalam Parlemen dan Konstituante untuk golongan kecil, Baswedan telah
menentang dengan keras, dan dia berkata : “Kami bukanlah golongan kecil di
negeri ini. Kami adalah anak Indonesia ! Kami lahir disini, kami makan dari
hasil buminya dan minum akan airnya, dan kamipun akan meninggal disini,
insya Allah ! Kami tidak merasa ada perbedaan kami dengan saudara kami
bangsa Indonesia yang lain, apatah lagi agama kami satu !”.
Lantaran tantangannya yang keras itu terpaksalah Pemerintah tidak
mengadakan kursi untuk golongan Arab, dan yang ada hanyalah anak
Indonesia turunan Arab, duduk dalam Parlemen atau Konstituante mewakili
partai politik yang ada. Diantaranya Sdr. A. Rahman Baswedan sendiri
mewakili partai Masyumi sebagai temannya Omar Hobais, dan Hamid Al-
Qaderi mewakili Partai Sosialis Indonesia dan lain-lain dari berbagai partai.
Dan Baswedan sebagai juga Omar Hobais adalah pemuka-pemuka yang
sangat giat dalam partai Masyumi.
2. K.H.A. Dahlan dan Muhammadiyah.
Kalau Syekh Ahmad Soorkati penyebar faham 'Abduh dalam kalangan Arab,
maka adalah K.H.A. Dahlan penyiarnya dalam kalangan orang Indonesia.
Beliaulah pendiri Perserikatan Muhammadiyah. Beliau dilahirkan di
Jogjakarta, Jawa Tengah, tempat kedudukan Sulthan Jawa. Beliau adalah
dari keturunan orang-orang mulia juga dan nenek moyang beliau termasuk
orang-orang besar disekeliling Raja, sehingga Sulthan telah memberikan
kepadanya jabatan agama, yaitu menjadi Khathib dari Masjid Sulthan dan
diberi gelar “Khathib Amin".
Tetapi setelah beliau berlangganan dengan majalah Al 'Urwatul Wustqa dan
Al-Manar mendapatlah beliau fikiran baru tentang Islam, ditambah lagi
dengan membaca Tafsir Muhammad 'Abduh dan kitab-kitab Ibnu Taimiyah
dan Ibnul-Qayyim.
Maka dengan berangsur-angsur dilepaskannyalah dirinya daripada ikatan
jabatan dan mulailah beliau melihat dan memperhatikan nasib Ummat Islam
Jawa dari dekat. Beliau melihat Islam di tanah Jawa dalam bahaya ! Beliau
- 18 -
melihat bahwa tiga musuh besar bagi perkembangan jiwa bangsa telah
menjerang Ummat Islam, yaitu kebodohan, kemelaratan dan penderitaan,
atau penyakit lahir dan bathin. Islam kian lama kian mundur dan seorang
ulamapun tidak ada yang tampil kemuka untuk memperbaiki adat istiadat dan
pengaruh ajaran agama yang dipeluk lebih dahulu oleh bangsa Jawa, yaitu
Buddha dan Hindu belum hilang sama sekali.
Anak-anak orang Islam dimasukkan kedalam sekolah Belanda untuk
menjamin hidup dunianya dikemudian hari, tetapi tidaklah ada harapan bahwa
sekolah Belanda akan dapat memelihara agama pada dada anak-anak itu,
sehingga kian banyak anak-anak bersekolah kepunyaan Pemerintah,
bertambahlah jumlah orang terpelajar yang jauh dari agama. Disamping itu
Belanda membukakan pula pintu seluas-luasnya bagi zending dan missie,
Protestan dan Katholik menyiarkan agama Kristen dan mendirikan sekolahsekolahnya
pula untuk menerima anak orang Islam. Lantaran itu telah banyak
anak orang Islam meninggalkan Islam dan memeluk Kristen.
Tidak ada gerak dari orang Islam sendiri buat mengimbangi itu, dan ulamaulama
Islam sendiripun tidak menaruh perhatian kepada soal besar ini,
melainkan bertengkar dalam masalah-masalah khilafiyah yang kecil-kecil.
Daripada kesultanan Yogyakartapun tidaklah besar harapannya, karena
pengaruh Belanda sudah amat besar atas diri Sulthan, demikian juga
pengaruh tradisi kuno yang senantiasa dipelihara.
Diperhatikannya pula gerakan kaum Ulama di Sumatera Barat itu. Diakuinya
usaha mereka, bahkan beliaupun berlangganan dengan majalah “Al-Munir".
Tetapi beliau merasa bahwa bergerak di tanah Jawa tidaklah semudah di
Minangkabau. Di Jawa rakyat berlipat ganda banyaknya dari di Sumatera,
dan nisbah14 yang mengenal agama sangatlah sedikit, dan kekuasaan
Belanda sangat besar dan pengaruh zending dan missie sudah masuk,
sedang di Minangkabau belum ada, dan dari Sulthan tidak dapat diharapkan
apa-apa. Oleh sebab itu haruslah ada satu gerakan agama yang lebih teratur
yang dapat menandingi pula gerakan teratur dari pihak lawan.
14 jika dibandingkan dengan
- 19 -
Maka beliau dirikanlah gerakan Muhammadiyah pada tahun 1912. Dan
dimintanya pengakuan dari pihak kekuasaan Belanda.
Tujuan pergerakan itu ialah :
1. Memajukan dan menggembirakan pelajaran dan pengajaran Agama
Islam.
2. Memajukan dan menggembirakan hidup sepanjang kemauan Agama
Islam bagi anggota-anggotanya.
Untuk mencapai tujuan itu hendaklah terlebih dahulu anggota Muhammadiyah
memperbaiki 'aqidah-nya tentang Islam, dari pada khurafat dan bid'ah,
bersendi kepada Al-Quran dan Sunnah. Dan hendaklah anggota itu
mempertinggi mutu imannya dan membersihkan jiwanya daripada syirik, dan
menghidupkan tolong menolong berbuat kebajikan dan taqwa, supaja menjadi
Muslim sejati. Dan diwajibkannya anggota-anggota itu, atau muridnya
mempelajari Al-Quran dan menyesuaikan hidup, setapak demi setapak
dengan ajarannya, dan hendaklah dipelihara sungguh-sungguh `ibadat
kepada Tuhan sejak dari wajibnya sampai kepada sunnat (nawafilnya).
Mula-mula beliau matangkan didikannya kepada murid-muridnya di sekeliling
kampung Kauman Yogyakarta, yaitu kampung yang selalu terdapat di kotakota
ditanah Jawa, didekat masjid. Setelah jiwa muridnya itu berisi, disuruhlah
mereka mempedomani Hadist Nabi : “Sampaikan dari padaku, walaupun satu
ayat !" Lalu menyiarkan fahamnya itu ketempat-tempat lain, mula-mulanya di
sekelilingnya, lalu lama-lama ke kota-kota yang lain. Dan didirikanlah cabangcabang
atau ranting Muhammadiyah di kota yang lain itu, dengan tujuan yang
tidak berobah daripada di pusat.
Usahanya dan keteguhan hatinya didengar di seluruh Tanah Jawa.
Bermacam-macam penerimaan orang, sebagai telah adat bagi pembawa
faham baru. Ada yang menentang dan ada yang menyetujuinya lalu
berhubungan langsung dengan beliau. Ada pemuda-pemuda yang datang
sendiri menziarahinya ke Yogya dan setelah beliau lihat bahwa pemuda itu
besar harapan akan menjadi penyebar fahamnya di tempat kediamannya,
beliaupun datang sendiri ketempat pemuda itu.
- 20 -
Maka dengan tidak memperdulikan kesehatannya dan tidak memperdulikan
harta bendanya, kerap kalilah beliau meninggalkan rumah tangganya. Pergi
ke Solo, Surabaya, Madiun, Pekalongan, Bandung dan Jakarta. Sebagai saja
katakan tadi pula, tidaklah saja hendak menerangkan bagaimana besar reaksi
dari pembela faham lama terhadap beliau.
Pernah beliau dituduh perusak agama, dan kata orang pernah beliau
ditampar dalam satu majlis, sehingga terjatuh serbannya, dan itu diterimanya
saja dengan lapang dada. Sebab telah ada pengobat hatinya, yaitu beberapa
orang pemuda yang telah menyambut ajarannya dengan mendalam, sebagai
Mas Mansyur di Surabaya, `Abdul Mu'thi di Madiun, Muchtar Buchari di Solo,
Kartosudarmo di Jakarta dan lain, yang kemudian menjadi pemimpinpemimpin
Muhammadiyah yang penting.
Dan beliau sendiri pergi mengajarkan Agama Islam kepada anak-anak
sekolah yang belajar pada sekolah Pemerintah. Kadang-kadang beliau minta
izin masuk penjara, mengajarkan agama kepada orang hukuman. Maka
hidupnya telah ditumpahkannya seluruhnya kepada cita-citanya, sehingga
habislah harta bendanya dan terganggu kesehatannya.
Ayahku Syekh `Abdul Karim Amrullah menceritakan kepadaku, atas
kekagumannya melihat perjuangan Syekh Ahmad Dahlan itu pada ziarahnya
yang pertama ke Jawa dan menjadi tetamunya di Yogya.
Kata beliau tentang K.H.A. Dahlan : “Seorang yang lemah lembut wajahnya,
tetapi amat keras hatinya".
Cita-cita yang beliau tanamkan itupun tumbuhlah, dan berdirilah cabang
Muhammadiyah di Solo, Surabaya, Pekalongan, Garut dan Jakarta dan
beberapa tempat lain, masing-masing dengan amalnya sendiri. Karena beliau
membuat aturan yang masih dipakai sampai sekarang. Suatu cabang belum
disahkan sebelum ada bekas amalnya.
Muhammadiyah telah berdiri teguh, meskipun baru sedikit, dan beliau yakin
nanti akan tersebar lagi. Tetapi karena itu, harta bendanya telah habis dan
kesehatannya telah sangat mundur. Maka jatuh sakitlah beliau yang menurut
keterangan dokter, karena terlalu banyak bekerja, dan wafatlah beliau pada
- 21 -
tahun 1923, setelah 11 tahun berjuang siang malam. Beliau meninggal dalam
hal keadaan miskin harta benda dan kaya dalam bekas amalan.
Setelah beliau meninggal, murid-murid dan pengikutnya telah menjebarkan
Muhammadiyah keluar Jawa, ke Sulawesi, ke Kalimantan, ke Pulau Billiton
dan ke Sumatera. Dan tersebarlah dengan amat pesatnya di Minangkabau
setelah Syekh `Abdul Karim Amrullah pada ziarahnya yang kedua kali, datang
pula ke Yogya dan mempelajari Anggaran Dasar Muhammadiyah, dan
setelah beliau pulang, dihasungnya murid-murid dan anak-anaknya
mendirikan Pergerakan itu pula di Minangkabau. Maka masuklah orang
berduyun-duyun dan berdirilah cabang-cabangnya disana, sampai sanggup
mengadakan Kongres Besar Muhammadiyah seluruh Indonesia di Bukittinggi
pada tahun 1930. Tetapi beliau sendiri tidak masuk.
Sekarang Muhammadiyah telah merata diseluruh Indonesia dengan segala
bahagiannya, untuk penyiaran Islam secara lisan Bagian Tabligh. Untuk
penyiaran secara tertulis Bagian Taman Pustaka. Untuk Pendidikan Bagian
Pengajaran. Untuk wanita Bahagian 'Aisyiyah. Untuk kanak-kanak laki-laki
Bahagian Hizbul Wathan (Pandu). Dan 'Aisyiyah mengadakan pula Bagian
Nasyiatul 'Aisyiyah.
Pergerakan ini tidaklah mencampuri politik, meskipun K.H.A. Dahlan sendiri
menjadi Penasehat dari Partai Syarikat Islam yang dipimpin H.O.S.
Tjokroaminoto. Dan Markas Besarnya sampai sekarang ialah kota
Yogyakarta. Dan “tidak mencampuri politik" itu dipegang teguh sampai
sekarang. Tetapi anggotanya bebas memasuki partai politik yang disukainya,
yang dianjurkan kalau hendak berpolitik pilihlah yang bertujuan Islam. Oleh
sebab itu sebahagian besar mereka masuk dalam Partai Politik Islam
Masyumi, dan sedikit yang masuk yang lain, dan tidak ada yang masuk Partai
Komunis.
Diantara anggotanya yang menjadi orang besar Indonesia yang akan saya
sebut dengan istimewa ialah Almarhum Jenderal Sudirman, pembangun dan
lambang percontohan tertinggi dari Tentara Nasional Indonesia. Demikian
juga kolonel Haji Yunus Anis, Kepala Pendidikan Rohani Angkatan Darat.
- 22 -
Tidaklah patut kalau saya tidak menyebut bahwa Presidan Sukarno waktu
dalam buangan Belanda di Bangkahulu15 adalah anggota dan pengurus
Muhammadiyah yang giat. Demikian juga isteri beliau Fathimah. Dan tidak
pula patut tidak saya sebut bahwa Perdana Menteri yang sekarang, Ir Haji
Djuanda pun pernah bergiat dalam Muhammadiyah, terutama dalam
lapangan pendidikan. Saya katakan tidaklah patut saja lupakan, karena saya
kebetulan masuk partai Masyumi yang kadang-kadang dalam suasana politik
berlain pendapat dengan mereka. Dalam hal ini benarlah perkataan Syekh
Muhammad `Abduh : “Bila suasana politik masuk kedalam satu soal, jadi
kacaulah jalannya". Apatah lagi dalam ceramah ilmiyah dan sejarah sebagai
saja lakukan ini.
Pads tanggal 18 November 1957 yang lalu, Muhammadiyah memperingati
ulang tahunnya yang ke-45. Presidan Sukarno dan Perdana Menteri Djuanda
telah memerlukan hadlir dalam peringatan itu dan Presidan berpidato, antara
lain katanya : “Saja bangga karena saya pun pernah mendapat didikan dari
Muhammadiyah. Saja harap nama saya tidak terhapus dari daftar anggota !".
Adapun anggota pergerakan ini tidaklah banyak, jika dibandingkan dengan
bilangan orang Islam di Indonesia. Bangsa Indonesia menurut hitungan
terakhir 80 juta, 75 juta beragama Islam, dan anggota Muhammadiyah
setelah diadakan saringan hanya 200,000 orang. Sebabnya ialah karena
menerima anggota tidaklah dipermudah. Yang diterima ialah orang yang baik
akhlaknya dan baik ibadatnya, dan bagi barangsiapa yang belum lengkap
syarat itu masih dibilangkan “kandidat anggota", atau penganut faham
(simpatisan). Dan yang terpenting lagi ialah pengaruh anggota yang sedikit
kepada masyarakat Islam yang banyak dan bekas amalnya. Semua beramal
menurut bakatnya (kullun ya'malu 'ala syakilatih).
Diantara anggota Muhammadiyah yang ada hubungan rohaninya dengan
Mesir ialah Prof. 'Abdulkahhar Muzakkir, anggota Pusat Pimpinan dan
Presiden Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dan Dr H. Mohammad
Rasjidi yang belajar di Kulliyatul Adab, Cairo University, sampai mencapai
derajat M.A., kemudian mencapai titel Doctor dari Sarbonn University. Tempo
15 Bengkulu
- 23 -
hari menjadi Duta Indonesia di Mesir, kemudian di Pakistan dan sekarang
menjadi Professor pada sebuah Universitas di Canada. Juga Prof. Farid
Ma'ruf, Wakil Ketua Pusat Pimpinan Muhammadiyah, pernah belajar di Darul
Ulum, Mesir ini.
Dan kalau boleh, inginlah saya memasukkan seorang lagi, yaitu diri saya
sendiri, `Abdul Malik ibn `Abdul Karim Amrullah, anggota Pusat Pimpinan
Muhammadiyah. Saya mengakui bahwa saja tidak pernah belajar, baik di Al-
Azhar atau di Cairo University, tetapi hubungan jiwa saja dengan Mesir telah
lama, yaitu sejak saja pandai membaca buku-buku bahasa `Arab, khususnya
buku-buku Syekh Muhammad 'Abduh, Sayid Rasyid Ridla dan lain-lain.
Ketua Umum Pergerakan Muhammadiyah sekarang ialah Syekh Ahmad
Rasyid Sutan Mansyur, beliau orang Minangkabau dan murid dari Syekh
`Abdul Karim Amrullah, tetapi selepasnya mengaji ditahun 1922 pindah ke
tanah Jawa dan mempelajari Muhammadiyah kepada K.H.A. Dahlan,
sehingga telah menjadi pemimpin Muhammadiyah sejak zaman itu. Dia dipilih
dengan suara aklamasi pada dua kali Kongres, yaitu Kongres di Purwokerto
tahun 1953 dan Kongres di Palembang tahun 1956. Lantaran pilihan itu beliau
pindah dari Sumatera ke Yogyakarta, pusat pergerakan ini.
3. Syekh Ahmad Hassan dan Persatuan Islam.
Dan orang yang ketiga yang menjadi penyiar faham 'Abduh di Jawa ialah
Syekh Ahmad Hassan yang sekarang tinggal dan mengajar di Bangil, Jawa
Timur. Beberapa tahun yang lalu beliau tinggal di kota Bandung yang terkenal
karena Konferensi Asia-Afrika itu, dan menjadi guru serta pemimpin dari
Perkumpulan Persatuan Islam. Banyaklah buku-buku karangan beliau dalam
bahasa Indonesia, menyiarkan faham Islam dengan dasar Al-Quran dan Al-
Hadist, memerangi taqlid dan menganjurkan kebebasan berfikir, menolak
bid'ah dan khurafat dan membersihkan 'aqidah daripada pengaruh ajaran lain.
Dan beliaupun mengarang Tafsir Al Quran, bernama “Al-Furqan". Perjuangan
beliau menentang ajaran Ahmadiyah Qadiani dan Lahore terkenal dimana-
- 24 -
mana. Dan keistimewaan beliau ialah kekuatan hujjahnya dan teguhnya
mempertahankan pendirian yang beliau yakini benarnya16.
Ditahun 1930 beliau mengeluarkan sebuah majalah bernama “Pembela
Islam", beliau sendiri menjadi pemimpinnya, dan muridnya, Mohammad
Natsir, menjadi kepala pengarangnya. Make terkenallah dikalangan orang
yang rajin menyelidiki perkembangan perjuangan Islam di Indonesia
bagaimana hebat tantangan majalah itu kepada faham kebangsaan yang
berdasar 'Ashabiyah. Terkenallah pertukaran fikiran mereka dengan
pemimpin Sukarno dalam soal apakah perjuangan untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia itu hanya semata-mata dengan faham kebangsaan
saja, atau suatu perjuangan yang didasarkan kepada ajaran Islam, yang
meliputi juga akan kebangsaan, bahkan lebih luas.
Mohammad Natsir, Pemimpin Islam Indonesia itu, dan Ketua Umum Partai
Masyumi, adalah murid dari Syekh Ahmad Hassan, demikian juga seorang
pemimpin Islam dan anggota Parlemen dan Konstituante yang terkenal
karena keberanian dan terus terangnya menyatakan fahamnya, yaitu Haji
Mohammad Isa Anshary ! “Terus terang menyatakan faham" adalah cara
utama dari Syekh Ahmad Hassan dan Persatuan Islam !
Penterjemahan Kitab-kitab.
Ditahun 1924 Ahmad Hani, murid Syekh Ahmad Dahlan, menterjemah kitab
“Ar-Raddu `aladdahriyin" dari Jamaluddin Al-Afghany, sebab waktu itu
Komunis sedang mulai berkembang di Jawa. Setelah itu diterjemahkannya
pula “Risalatut Tauhid" karangan Syekh Muhammad 'Abduh. Dizaman-zaman
itu juga Muhammad Syah Syafi'i menterjemahkan Tafsir Ustazul Imam Juz
'Amma. Setelah itu dituruti oleh `Abdul Wahid An-Naashiriy menterjemahkan
16 Paham Ahmadiyah masuk ke Indonesia sekitar kurun akhir tahun 1920-an dengan cepat dan mudah
diterima di tengah masyarakat karena pendekatan dakwahnya yang halus dan menyentuh. Pada
awalnya penyimpangan mereka tidak disadari kaum muslimin. Sebabnya karena paham ini disebarkan
oleh orang Indonesia sendiri yang diberi beasiswa oleh Inggris untuk belajar agama ke India. Tetapi
dengan kecermatan para ‘ulama maka muncul reaksi untuk menangkal tersebarnya Ahmadiyah.
Diantara yang terkenal dalam sejarah adalah debat Syekh A. Hassan melawan pimpinan Ahmadiyah
pada muktamar yang diadakan tahun 1930. Bahkan beliau menulis buku bantahan paham Ahmadiyah
pada tahun yang sama. Yang terakhir pada tahun 1956 beliau menantang mubahalah pimpinan
Ahmadiyah Indonesia saat itu, semoga Allah merahmatinya.
- 25 -
Tafsir Al-Manar juz I. Dan Risalatut Tauhid dan Tafsir Ustazul Imam diajarkan
sampai sekarang di Madrasah-madrasah bekas peninggalan Syekh `Abdul
Karim Amrullah di Sumatera. Sudilah tuan-tuan menanyakan kepada
Maktabah Isa Al-Baby Al-Halaby, berapa banyak kitab-kitab demikian dikirim
setiap bulan dan tahun ke Indonesia, terutama ke Minangkabau, sebelum
perang Dunia II.
Category: 0 komentar

0 komentar:

Posting Komentar